RUSLI SOFYAN : Kelompok dan Tim dalam Organisasi. Kelompok dan
Tim adalah dua konsep berbeda. Kelompok atau group didefinisikan sebagai 2 atau
lebih individu yang saling bergantung dan bekerjasama, yang secara bersama
berupaya mencapai tujuan bersama. Kelompok kerja (work group) adalah kelompok
yang berinteraksi utamanya untuk saling berbagi informasi untuk membuat
keputusan guna membantu satu sama lain dalam hal wilayah kewenangannya
masing-masing.
Kelompok kerja tidak memiliki
kebutuhan ataupun kesempatan guna terlibat di dalam kerja kolektif yang
memerlukan upaya gabungan. Akibatnya, kinerja mereka sekadar totalitas
kontribusi dari seluruh individu anggota kelompok. Tidak ada sinergi positif
yang menciptakan tingkat kinerja keseluruhan yang lebih besar ketimbang
totalitas input yang mereka berikan.
Sementara itu, Tim Kerja
mengembangkan sinergi positif melalui upaya yang terkoordinasi. Upaya individual
mereka menghasilkan suatu tingkat kinerja yang lebih besar ketimbang totalitas
input para individunya.
Konsep Dasar Kelompok
Nilai dan Norma –
Kelompok mengembangkan pola hubungan sosialnya sendiri, termasuk
kode dan praktek (norma) yang patut ditunjukkan lewat perilaku kelompok
tersebut. Norma yang ada dalam kelompok yang sifatnya informal misalnya
:
• Tidak menghasilkan output yang terlalu besar dibandingkan para
anggota lain atau melebihi batasan produksi yang ditetapkan kelompok.
• Tidak
menghasilkan produksi atau output yang lebih rendah ketimbang yang diberlakukan
kelompok.
• Tidak mengatakan sesuatu pada supervisor atau manajemen yang bisa
membahayakan anggota kelompok lainnya.
• Orang dengan otoritas atas anggota
kelompok lain, semisal inspektur, seharusnya tidak mengambil keuntungan dari
senioritasnya tersebut atau menjaga jarak sosial dengan
kelompok.
Kelompok punya sistem sanksinya sendiri, termasuk tindakan
kasar, merusak hasil pekerjaan, menyembunyikan peralatan kerja, meliciki
inspektur, dan menghambat pekerjaan para anggota yang dianggap tidak sesuai
dengan norma-norma kelompok. Ancaman kekerasan fisik juga kerap terjadi, dan
kelompok telah mengembangkan sistem penghukuman terhadap para pelangga dengan
meninju bagian atas tangan si pelanggar. Metode seperti ini telah dikenal
sebagai pengendalian konflik di dalam kelompok.
Suatu penelitian yang
dilakukan Economic & Social Research Council memberi perhatian pada
pentingnya norma-norma sosial di antara para pekerja. Mereka menanyakan apakah
pekerja dibimbing tidak hanya oleh insentif uang tetapi juga tekanan rekan
kerja.
Peran – Kelompok beda butuh peran beda dari anggotanya. Kita bisa
memahami perilaku seseorang di situasi khusus jika kita tahu apa peran yang
orang itu mainkan. Sehubungan dengan peran, sejumlah penelitian menyatakan
kesimpulan berikut : (1) Orang punya beragam peran; (2) Orang belajar peran dari
rangsangan di sekitar mereka seperti teman, buku, film, dan televisi; (3) Orang
punya kemampuan berganti peran secara cepat tatkala mereka mengenali suatu
situasi dan menuntut perubahan utama yang jelas; (4) Orang kerap mengalami
konflik peran tatkala peran di satu situasi bertabrakan dengan peran di situasi
lainnya.
Kohesivitas – Kelompok saling beda dalam hal kohesivitas.
Kohesivitas adalah derajat mana anggota tertarik pada anggota lainnya dan
termotivasi untuk tetap bertahan di dalam kelompok. Contoh, suatu kelompok
adalah kohesiv karena para anggotanya meluangkan sejumlah besar waktu bersama.
Ukuran – Ukuran menentukan perilaku keseluruhan dari suatu kelompok.
Kelompok berukuran kecil lebih cepat menyelesaikan tugas ketimbang kelompok yang
besar. Jika suatu kelompok terlibat dalam penyelesaian masalah, bagimanapun,
kelompok besar secara konsisten dapat nilai yang lebih baik ketimbang yang lebih
kecil. Kelompok besar lebih baik dalam beroleh masukan-masukan berbeda. Jadi
jika sasaran kelompok adalah menemukan fakta, kelompok besar akan lebih efektif.
Di sisi lain, kelompok kecil lebih baik dalam melakukan sesuatu yang produktif
dalam hal inputnya. Kelompok yang terdiri atas 7 anggota cenderung lebih efektif
dalam melakukan tindakan.
Komposisi – Hampir sebagian kegiatan kelompok
butuh variasi keahlian dan pengetahuan. Dengan demikian masuk akan guna
menyimpulkan kelompok heterogen lebih mungkin punya kemampuan dan informasi
berbeda dan sebab itu lebih efektif ketimbang kelompok yang homogen.
Status – Status adalah tingkat prestise, posisi, atau peringkat di dalam
kelompok. Status bisa secara formal diterapkan oleh kelompok. Namun, kerap kita
bicara status dalam konteks kelompok informal. Status bisa bersifat informal dan
diperoleh berdasarkan pendidikan, usia, jenis kelamin, keahlian, ataupun
pengalaman. Segala status bisa punya nilai status jika orang lain di dalam
kelompok memandang status tersebut berharga. Harus dipahami bahwa status
informal tidak kurang penting ketimbang status formal.
Kelompok Formal dan Informal
Kelompok secara sengaja direncakan dan
diciptakan oleh manajemen selaku bagian dari struktur organisasi formal. Kendati
begitu, kelompok juga muncul lewat proses sosial dan organisasi informal.
Organisasi informal muncul lewat interaksi antar pekerja di dalam organisasi dan
perkembangan kelompok dengan tata hubungan dan norma perilaku mereka sendiri,
kendati tidak digariskan lewat struktur formal organisasi. Dengan demikian,
terdapat perbedaan antara kelompok formal dan informal.
Kelompok Formal
– Kelompok ini dibangun selaku akibat dari pola struktur organisasi dan
pembagian kerja. Contoh, pengelompokan kegiatan-kegiatan yang serupa ke dalam
satu kelompok. Kelompok merupakan hasil dari sifat teknologi yang diterapkan
perusahaan dan cara dalam mana pekerjaan dilakukan. Contoh, mengelompokkan
sejumlah orang yang pekerjaannya berhubungan dengan pelaporan keuangan dan
perakitan komponen. Kelompok juga terjadi tatkala sejumlah orang di tingkat atau
status yang sama dalam organisasi memandang diri mereka sebagai satu kelompok.
Contoh, kepala-kepala departemen suatu perusahaan industri baja atau
kepala-kepala dinas suatu kabupaten.
Kelompok formal tercipta guna
mencapai tujuan organisasi tertentu dan amat memperhatikan kegiatan kerja yang
terkoordinasi. Orang disatukan bersama berdasar peran yang telah ditentukan di
dalam struktur organisasi. Sifat dari pekerjaan yang dilakukan adalah sifat
dominan dari kelompok formal. Sasaran diidentifikasi oleh manajemen, dan
aturan-aturan tertentu, selanjutnya aturan-aturan tertentu, hubungan dan norma
perilaku tercipta.
Kelompok formal cenderung relatif permanen, kendati
terdapat perubahan keanggotaan aktualnya. Kendati demikian, kelompok formal
temporer ini juga diciptakan oleh manajemen, misalnya penggunakan tim-tim proyek
dalam organisasi bersifat matriks. Kelompok kerja formal dapat dibedakan lewat
sejumlah cara, semisal berdasar keanggotaan, tugas yang dilakukan, sifat
teknologi, atau posisi di dalam struktur organisasi.
Kelompok Informal –
Di dalam struktur organisasi formal, selalu terdapat struktur informal. Struktur
organisasi formal dan siste hubungan peran, peraturan, dan prosedur di antara
para anggotanya, akan ditambahi oleh penafsiran dan pengembangan di tingkat
informal. Kelompok informal didasar lebih pada hubungan dan persetujuan informal
di antara para anggota kelompok ketimbang hubungan peran yang telah ditentukan
manajemen. Hubungan informal tersebut guna memuaskan kebutuhan sosial dan
psikologis yang tidak mesti berhubungan dengan tugas yang harus mereka
laksanakan. Kelompok mungkin saja menggunakan aneka cara guna memuaskan afiliasi
anggota dan motivasi sosial lainnya yang dianggap kurang dalam situasi kerja,
utamanya dalam organisasi industri.
Keanggotaan dalam kelompok informal
dapat lintas struktur formal. Mereka terdiri atas individu dari bagian
organisasi yang berbeda ataupun tingkatan yang berbeda pula, baik vertikal,
diagonal, dan horisontal. Kelompok informal dapat serupa dengan kelompok formal,
ataupun bisa pula terdiri atas sebagian kelompok formal. Anggota kelompok
informal mengangkat pemimpin informalnya sendiri yang nantinya menjalankan
otoritas dengan persetujuan dari para anggota. Pemimpin informal dipilih dengan
kriteria bahwa mereka mewakili nilai dan sikap para anggota, membantu
menyelesaikan konflik, memimpin kelompok dalam memuaskan kebutuhannya, atau
bernegosiasi dengan manajemen atau orang lain di luar kelompoknya.
Fungsi Utama Kelompok Informal
Kelompok informal punya beberapa
fungsi berikut :
- Pelestarian “budaya” kelompok informal. Budaya dalam konteks ini berarti
seperangkat nilai, norma, dan keyakinan yang menciptakan pedoman penerimaan dan
perilaku kelompok. Kecuali anda menerima budaya ini, anda tidak akan pernah
menjadi anggotanya. Anda akan dianggap “orang luar” atau “diisolasi.”
- Pemeliharaan sistem komunikasi. Kelompok menginginkan seluruh informasi yang
berdampak pada kesejahteraan mereka, baik positif ataupun negatif. Jika kelompok
menentang suatu kebijakan atau motif di belakang suatu tindakan manajemen,
mereka akan mencari pijakan lewat saluran komunikasi formal dan menyebarkan
informasi tersebut ke tiap-tiap anggota organisasi.
- Pelaksanaan kontrol sosial. Konformitas atas suatu budaya kelompok dikuatkan
oleh teknik-teknik yang konyol, penghambatan, dan kekerasan.
- Provisi minat dan kesenangan di dalam kehidupan kerja. Banyak pekerjaan
sifatnya monoton dan gagal meraih atensi pekerja. Kerja juga sedikit menawarkan
prospek masa depan yang baik. Pekerja mencoba melakukan kompensasi lewat
hubungan interpersonal yang disediakan oleh kelompok dan di dalam aktivitas
tersebut, waktu luang digunakan untuk “ngegosip”, “mokay”, “ngebanyol”, “dugem”
dan “ngedrink”.
Robbins menyebut sejumlah klasifikasi kelompok,
yang menurutnya terdiri atas : (1) Kelompok Komando, (2) Kelompok Pekerjaan, (3)
Kelompok Kepentingan, dan (4) Kelompok Pertemanan. Kelompok 1 dan 2 ada dalam
ikatan kelompok formal, sementara kelompok 3 dan 4 ada dalam ikatan keloompok
informal.
Kelompok Komando ditentukan oleh bagan organisasi. Ia terdiri
atas bawahan yang melapor langsung pada manajer tertentu. Kepala sekolah SD
berikut 12 gurunya membentu kelompok komando. Kelompok Pekerjaan juga ditentukan
secara organisasional, mewakili orang-orang yang bekerja secara bersama guna
menyelesaikan pekerjaa. Kendati begitu, batasan kelompok pekerjaan tidak
terbatas pada atasan langsungnya secara hirarkis. Ia bisa lintas hubungan
komando. Misal, jika seorang mahasiswa STIA Sandikta dituduh dalam kasus
kriminal, kasus tersebut membutuhkan komunikasi dan koordinasi diantara Pembantu
Ketua, Senat Mahasiswa, BAAK, bagian keamanan, dan Penasehat Akademik. Bentuk
koordinasi tersebut membentuk kelompok kerja. Harus dipahami, seluruh kelompok
komando juga merupakan kelompok pekerjaan, tetapi karena kelompok pekerjaan
dapat lintas organisasi, maka kelompok pekerjaan tidak otomatis dianggap
kelompok komando.
Orang yang tergabung ke dalam baik kelompok kerja
ataupun kelompok komando bisa berafiliasi dengan suatu tujuan spesifik yang
menarik perhatiannya. Ini adalah kelompok kepentingan. Pekerja yang tergabung
bersama guna menggagas piknik, membela rekannya yang dipecat secara tidak
hormat, atau mencari tunjangan perusahaan merupakan bentuk kegiatan kelompok
kepentingan.
Kelompok juga kerap dibangun akibat para anggota secara
individual punya satu atau beberapa karakteristik yang sama. Ini bisa disebut
kelompok pertemanan. Kesetiaan sosial, yang kerap meluas hingga keluar situasi
kerja, dapat didasarkan pada, sebagai contoh kesamaan usia atau asal-usul etnis,
dukungan pada kesebelasan Manchester United, atau kesamaan garis politik selaku
pendukung Partai Keadilan Sejahtera. Kelompok informal menyediakan fungsi
Beda Kelompok dan Tim dalam Konteks Kerja
Stephen Robbin melakukan
pembedaan antara Kelompok Kerja dan Tim Kerja berdasarkan 4 variabel yaitu :
Sasaran, Sinergi, Akuntabilitas, dan Keahlian. Perbedaannya sebagai berikut
:
Sementara itu, penulis lain seperti Laurie J. Mullins membedakan Kelompok dan
Tim berdasarkan 6 variabel yaitu : Ukuran, Seleksi, Kepemimpinan, Persepsi,
Gaya, dan Semangat. Taksonomi beda lengkapnya sebagai berikut :
Jenis-jenis Tim
Tim dapat diklasifikasikan berdasar tujuannya.
Terdapat 4 bentuk umum dari tim yang biasa kita temukan sehari-hari yaitu : Tim
Problem-Solving, Tim Self-Managed Work, Tim Cross-Functional, dan Tim Virtual.
Tim Problem-Solving – Kata tim mulai populer sejak 1980-an. Bentuk tim, pada
awalnya, cukup sama satu sama lain. Mereka umumnya terdiri atas 4 hingga 12
pekerja yang dibayar per jam dari departemen yang sama yang saling bertemu dalam
sejumlah jam tiap minggu guna membahas peningkatan kualitas, efisiensi, dan
lingkungan kerja. Tim seperti ini disebut Tim Problem-Solving.
Dalam tim
jenis ini, para anggota saling berbagi gagasan dan menawarkan saran seputar
bagaimana proses dan metode kerja dapat ditingkatkan. Jarangkali, kendati
begitu, tim-tim ini diberikan otoritas untuk secara unilateral (sendirinya)
menerapkan saran mereka ke dalam tindakan. Satu hal yang dikenal sebagai bentuk
Tim Problem-Solving adalah Lingkar Kualitas. Ini merupakan tim kerja terdiri
atas 8 hingga 10 pekerja dan supervisor yang saling berbagi gagasan wilayah
kewenangan dan bertemu secara teratur guna mendiskusikan masalah kualitas
mereka, menyelidiki sebab-sebab masalah, dan merekomendasikan penyelesaian.
Tim Self-Managed Work – Tim Problem-Solving sudah ada di jalur yang benar,
tetapi mereka tidak beranjak jauh dalam hal pelibatan pekerja dalam proses
pembuatan keputusan yang berhubungan dengan suatu pekerjaan. Kekurangan ini
mendorong eksperimen dari tim yang benar-benar otonom yang tidak hanya bercorak
problem-solving melainkan juga menerapkan penyelesaian dan punya kewenangan
penuh atas hasil-hasilnya.
Tim Work Self-Managed umumnya terdiri atas 10
hingga 15 orang yang ambil tanggung jawab dari supervisornya. Khususnya,
tanggung jawab ini termauk kendali menyeluruh atas kecelakaan kerja, menentukan
penilaian pekerjaan, pemecahan organisasi, dan pilihan prosedur-prosedur
pemeriksaan secara kolektif. Tim ini bahkan memilih sendiri anggotanya. Xerox,
General Motors, Coors Brewing, PepsiCO, Hewlett-Packard, Honeywell,
M&M/Mars, dan Aetna Life adalah sejumlah nama populer yang telah
mengimplementasikan tim self-managed work. Perkiraan menyebut sekitar 30%
pekerja Amerika Serikat menggunakan bentuk tim, dan diantara firma-firma besar,
jumlah tersebut mendekati angka 50%.
Tim Cross-Functional – Custom Research, Inc, firma riset pemasaran di
Minneapolis, Amerika Serikat telah secara historis mengorganisir
departemen-departemen yang bersifat fungsional, tetapi manajemen senior
menyimpulkan bahwa departemen-departemen tersebut tidak memenuhi kebutuhan yang
berubah dari klien-klien firma. Jadi, gagasan dibalik tim adalah memiliki segala
aspek kerja yang dibutuhkan klien dan dipegang oleh satu tim ketimbang tersebar
di aneka departemen. Tujuannya untuk meningkatkan komunikasi dan penelusuran
catatan kerja, yang akan membawa pada peningkatan produktivitas dan kepuasan
klien.
Organisasi di atas mencerminkan Tim Cross-Functional. Tim ini
terdiri atas pekerja-pekerja dari tingkat hirarki yang serupa tetapi beda
wilayah pekerjaannya. Mereka bergabung bersama guna menyelesaikan suatu
pekerjaan.
Banyak organisasi sudah menggunakan Tim Cross-Functional
seperti ini semisal IBM membentuk gugus tugas tahun 1960-an yang terdiri atas
pekerja lintas departemen dalam perusahaan guna mengembangkan Sistem 360 yang
sukses. Gugus tugas tiada lain melainkan Tim Cross-Functional yang sifatnya
temporer. Namun, ledakan penggunaan Tim Cross-Functional terjadi di tahun
1980-an yang dilakukan oleh Toyota, Honda, Nissan, BMW, General Motors, Ford,
dan DaimlerChrysler.
Sebagai contoh, antara tahun 1999 hingga Juni 2000
manajemen senior IBM menarik 21 pekerja dari sekitar 100 ribu staf teknologi
informasinya guna beroleh saran bagaimana perusahaan bisa cepat menyelesaikan
proyek dan memasarikan produk secara cepat ke pasar. Ke 21 anggota dipilih
karena mereka punya karakteristik yang serupa dimana mereka pernah berhasil
memimpin proyek-proyek berjangka cepat. “Speed Team”, demikian julukan tim
tersebut, bekerja selama 8 bulan saling berbagi informasi, menguji perbedaan
antara proyek-proyek berjangka cepat dan lambat, dan bahwa melahirkan
rekomendasi-rekomendasi seputar bagaimana IBM bisa mempercepat produksinya.
Tim Virtual – Tim-tim yang telah dibahas melakukan pertemuan face-to-face. Tim
Virtual menggunakan teknologi komputer guna menghubungkan orang-orang yang
terpisah secara fisik guna mencapai sasaran bersama. Teknik tersebut
memungkinkan orang saling bekerjasama secara online, kendati mereka dipisahkan
ruangan ataupun benua.
Tim Virtual dapat melakukan banyak hal ketimbang
tim-tim lainnya, misalnya saling berbagi informasi, membuat keputusan,
merampukngkan pekerjaan. Mereka terdiri atas para anggota dari organisasi yang
sama ataupun hubungan anggota organ dengan para pekerja dari organisasi lain
semisal supplier ataupun partner perusahaan.
Terdapat 3 faktor utama
yang membedakan Tim Virtual dengan tim-tim lain yang face-to-face, yaitu : (1)
Ketiadaan komunikasi lisan-fisik; (2) terbatasnya konteks sosial, dan (3)
kemampuan mengatasi masalah waktu dan hambatan tempat. Dalam komunikasi
face-to-face, orang menggunakan paraverbal seperti nada suara, intonasi, dan
volume suara serta nonverbal seperti gerak mata, roman muka, gerak tangan, dan
bahasa tubuh lainnya. Keduanya semakin menjelaskan komunikasi, tetapi kini tiada
di dalam Tim Virtual. Tim Virtual menderita kekuarangan laporan sosial dan
interaksi langsung yang kecil diantara para anggotanya.
Perusahaan
seperti Hewlett-Packard, Boeing, Ford, VeriFone, dan Royal Dutch/Shell menjadi
pengguna utama Tim Virtual ini. VeriFone, contohnya, perusahaan perakit mesin
pembaca informasi kartu kredit, di mana penggunaan Tim Virtuallnya memungkinkan
3000 karyawannya, yang berlokasi di seluruh penjuru dunia, untuk kerja bersama
mendesain proyek, merencanakan pemasara, dan membuat presentasi penjualan. Lebih
jauh, wakil presiden VeriFone menyatakakan “Kami tidak memindahkan orang. Jika
seseorang nikmat tinggal di Colorado dan bisa melakukan pekerjaan dari sana,
kenapa kami harus mengintimidasinya?”
Ukuran efektivitas suatu tim kerja
tersembul di bawah ini :
Desain kerja – Kategori desain kerja termasuk variabel-variabel seperti
kemerdekaan dan otonomi, kesempatan menggunakan aneka keahlian dan bakat,
kemampuan menyelesaikan pekerjaan atau menciptakan produk, dan mengerjakan tugas
atau proyek yang punya dampak signifikan atas orang lain.
Komposisi –
Kategori ini terdiri atas variabel-variabel yang berhubungan dengan bagaimana
tim harus diisi, lewat:
(1) Kemampuan, dalam tim dibutuhkan orang yang
ahli dalam membuat keputusan dan problem solving, teknis, dan interpersonal
skill;
(2) Personalitas, yaitu The Big Five personality seperti ada dalam
pendekatan sifat dalam kepemimpinan;
(3) Pengalokasian peran dan keragaman,
yaitu tim harus memiliki 9 peran, yaitu :
• creator-inovator –
menginisiatif gagasan kreatif;
• explorer-promoter – juara gagasan setelah
dimulai;
• assessor-developer – menganalisa pilihan keputusan;
•
thruster-organizer – menyediakan struktur;
• concluder-producer – menyediakan
arah dan mengikutinya;
• controller-inspector – memeriksa rincian;
•
upholder-maintainer – bertarung di pertempuran luar;
• reporter-adviser –
menjadi informasi seluas-luasnya;
• linker – mengkoordinir dan
mengintegrasikan.
(4) Fleksibilitas anggota – Tim terdiri atas
individu-individu fleksibel yang anggotanya dapat saling melengkapi tugas satu
sama lain. Ini nyata berguna bagi suatu tim karena secara signifikan mampu
meningkatkan adaptabilitas dan membuatnya kurang kaku bagi anggota tertentu.
Jadi, pemilihan anggota dilancarkan atas mereka yang memiliki nilai
fleksibilitas, laku latih secara silang guna saling mengerjakan pekerjaan
anggota lain.
Konteks – Tiga kontekstual faktor yang muncul paling
signifikan sehubungan dengan kinerja tim adalah adanya sumber daya yang
mencukupi, kepemimpinan yang efektif, dan evaluasi kinerja dan sistem reward
yang mencerminkan kontribusi tim.
• Sumber daya mencukupi. Kelompok kerja
adalah bagian kecil dari bagian besar sistem organisasi. Seluruh tim kerja
bersandar pada sumber daya di luar kelompok agar tetap hidup. Kelangkaan sumber
daya langsung mengurangi kemampuan tim untuk bekerja secara efektif. Faktor yang
paling penting dari sumber daya ini adalah dukungan dari organisasi secara
keseluruhan.
• Kepemimpinan dan Struktur. Anggota tim harus setuju siapa
melakukan apa dan memastikan seluruh anggota berkontribusi secara sama dalam
berbagi beban kerja. Selaku tambahan, tim butuh menentukan bagaimana jadual
dirancang, skill apa dibutuhkan untuk maju, bagaimana kelompok menyelesaikan
konflik, dan bagaimana kelompok membuat dan memodifikasi keputusan. Kepemimpinan
tidak selalu dibutuhkan. Contoh, bukti-bukti menunjukkan bahwa tim yang bekerja
secara mandiri (self-managed work team) kerap menunjukkan kinerja yang lebih
baik kenimbang tim yang punya pemimpin yang secara formal diangkat. Pemimpin
dapat merusak kinerja baik tatkala mereka ikut campur dalam tim self-managed
work. Dalam Tim Self-Managed Work, anggota tim menyerap banyak pekerjaan yang
diasumsikan oleh manajer.
• Evaluasi Kinerja dan Sistem Reward. Secara
tradisional, evaluasi berorientasi individu dan sistem reward harus dimodifikasi
guna merefleksikan kinerja tim. Evaluasi kinerja individu seperti upaya resmi
per jam, insentif individu, dan sejenisnya tidak konsisten dengan perkembangan
kinerja tinggi yang ditunjukkan tim. Jadi, selaku tambahan guna pengevaluasian
dan mereward pekerja bagi kontribusi individualnya, manajemen harus
mempertimbangkan appraisal berdasar kelompok, pembagian keuntunga, perolehan
sahan, insentif kelompok kecil, dan modifikasi sistem lainnya yang akan
menguatkan upaya dan komitmen tim.
Proses – Kategori terakhir
berhubungan dengan efektivitas tim adalah variabel proses. Variabel-variabel
proses terdiri atas komitmen anggota terhadap tujuan, pembentukan sasaran tim
secara khusus, efikasi tim, manajem konflik yang terorganisasi baik, dan
pengurangan social loafing.
• Tujuan Bersama. Tim yang efektif harus
punya tujuan bersama dan bermakna yang menyediakan arahan, momentum, dan
komitmen di antara anggoanya. Tujuan ini sebuah visi. Ia lebih luas ketimbang
sasaran tertentu saja.
• Sasaran Spesifik. Tim yang sukses menerjemahkan
tujuan bersama mereka ke dalam sassaran kinerja yang realistik, spesifik, dan
bermakna.
• Efikasi Tim. Tim yang efektif punya kepercayaan diri. Mereka
yakin mereka akan berhasil. Sukses melahirkan sukses. Tim yang telah sukses
meningkat keyakinan mereka untuk meraih sukses di masa datang. Ia akan
memotivasi mereka lebih keras lagi.
• Tingkat Konflik. Konflik dalam tim
tidak selamanya buruk. Tim yang sama sekali tidak pernah terlibat konflik akan
mandek dan apatis. Jadi, konflik sebenarnya meningkatkan efektivitas tim,
kendati tidak semua konflik. Konflik hubungan yang berdasarkan ketidaknyamanan
antar individu, ketegangan, dan permusuhan terhadap orang lain selalu bersifat
disfungsi, merugikan. Kendati begitu, pada tim yang menunjukkan kegiatan
nonrutin, ketidaksetujuan antar anggota seputar pekerjaan tidak merusak.
• Social Loafing. Individu dapat bersembunyi di dalam kelompok. Mereka
dapat terlibat dalam social loafing dalam upaya kelompok karena kontribusi
individu tidak bisa diidentifikasi secara mudah. Tim yang efektif
menggarisbawahi kecenderungan ini dengan menahan mereka yang akuntabel baik di
tingkat individu ataupun tim.
-----------------------------------
Sumber Rujukan:
- Laurie J. Mullins, Management and Organizational
Behavior, 7th Edition (Essex : Pearson Education Limited, 2005)
- Stephen P. Robbins, Essentials of Organization
Behavior, 7th Edition (Upper Saddle River, New Jersey: Prentice
Hall, 2003)